FISIOLOGI HEWAN
RESEPTOR UJUNG SARAF BEBAS, MEKANORESEPTOR,
DAN TERMORESEPTOR
DosenPengampu:
Dr. RetnoSusilowati, M.Si
Kelompok 4:
1. Bakhrul Ulum (12620095)
2. Muhammad Faiz Nasrullah (13620114)
3.
Nurul Baroroh (13620119)
4. Siti Mufidatunniswah S. (13620123)
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2016
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الحيم
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul PENGINDRAAN
LINGKUNGAN DAN INTEGRASINYA DENGAN ISLAM dengan tepat
waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah (FISIOLOGI HEWAN). Penulisan makalah ini
dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Retno Susilowati, M.Si sebagai dosen pengampu mata kuliah FISIOLOGI HEWAN
2.
Orang
tua yang telah banyak memberikan dukungandansumbangan
moral maupan material.
3. Teman-teman yang telah banyak membantu penulisan
makalah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Malang, 22 Februari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3 Tujuan......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Integrasi Sains dan Al Quran..................................................................... 3
2.2 Reseptor...................................................................................................... 4
2.3 Ujung Saraf Bebas...................................................................................... 6
2.4 Mekanoreseptor.......................................................................................... 10
2.5 Termoreseptor............................................................................................. 16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam tubuh manusia terdapat sistem koordinasi yang akan
mengatur agar semua organ dapat bekerja secara serasi. Sistem koordinasi itu
bekerja untuk menerima rangsangan, mengolahnya, dan kemudian meneruskannya
untuk menanggapi rangsangan tadi. Rangsangan merupakan informasi yang dapat di
terima hewan. Informasi tersebut dapat berupa informasi yang internal maupun
yang eksternal. Rangsang eksternal (berasal dari lingkungan di luar tubuh
hewan) dapat berupa sesuatu hewan, salinitas (kadar garam), suhu udara,
kelembapan, dan cahaya. Sedangkan rangsangn yang berasal dari dalam tubuh hewan
(internal) dapat berupa suhu tubuh, keasaman (pH) darah/cairan tubuh, kadar
gula darah, dan kadar kalsium dalam darah. Untuk dapat menerima rangsangan dan
menghasilkan tanggapan dengan baik, hewan harus memiliki alat untuk menerima
rangsang dan untuk menghasilkan tanggapan terhadap rangsang yang datang. Alat
yang digunakan untuk menerima rangsang yang disebut sebagai reseptor yang
sangat bertalian erat dengan sistem koordinasi yang dimiliki oleh semua makhluk
hidup khususnya hewan.
Reseptor atau penerima merupakan
suatu struktur yang mampu mendeteksi rangsangan tertentu yang berasal dari luar
atau dari dalam tubuh. Organ indra kita adalah reseptor (penerima rangsang).
Pada indra terdapat ujung-ujung saraf sensori yang peka terhadap rangsang
tertentu. Rangsangan yang diterima diteruskan melalui serabut saraf sebagai
impuls saraf. Sedangkan efektor merupakan struktur yang melaksanakan aksi
sebagai jawaban terhadap impuls yang datang padanya. Efektor yang penting pada
hewan adalah otot dan kelenjar.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka
rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Bagaimana integrasi sains dan alquran tentang
pengindraan lingkungan?
2. Bagaimana mekanisme fungsi sel reseptor saraf ujung
bebas?
3. Bagaimana mekanisme fungsi antar reseptor
(termoreseptor, mekanoreseptor)?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas
maka tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui integrasi sains dan alquran tentang
pengindraan lingkungan
2. Untuk mengetahui mekanisme fungsi sel reseptor saraf
ujung bebas
3. Untuk mengetahui mekanisme fungsi antar reseptor
(termoreseptor, mekanoreseptor)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Integrasi Sains dan Al Qur'an
Allah berfirman
dalam surat An Nahl ayat 78 sebagai berikut:
وَاللَّهُ
أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ
السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia
memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur. (Q.S. an-Nahl [16]: 78).
Ayat diatas terdapat
lafadz وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ yang artinya Dia (Allah)
memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur. Maksud
ayat ini adalah Allah mengkaruniakan kepada kalian akal untuk memahami dan
membedakan antara yang baik dan yang buruk. Allah membuka mata kalian untuk
melihat apa yang tidak kalian lihat sebelumnya, dan memberi kalian telinga
untuk mendengar suara-suara sehingga sebagian dari kalian memahami perbincangan
kalian, serta memberi kalian mata untuk melihat berbagai sosok, sehingga kalian
dapat saling mengenal dan membedakan. Lafadz وَالأفْئِدَةَ
maksudnya adalah hati
yang kalian gunakan untuk mengenal segala sesuatu, merekamnya dan memikirkannya
sehingga kalian memahaminya.
Lafadz لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ‘’agar kamu
bersyukur’’, maksudnya adalah kami berbuat demikian pada kalian, maka
bersyukurlah kalian kepada Allah atas hal-hal yang dikaruniakan-Nya kepada
kalian, bukan bersyukur kepada tuhan-tuhan dan tandingannya. Janganlah kalian
menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam bersyukur, karena Allah tidak
memiliki sekutu dalam melimpahkan nikmat-nikmatnya kepada kalian.
Surat An Nahl ayat 78 menurut Tafsir
Al Maraghi mengandung penjelasan bahwa setelah Allah melahirkan kamu dari perut
ibumu, maka Dia menjadikan kamu dapat mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya
tidak kamu ketahui. Dia telah memberikan kepadamu beberapa macam anugerah
berikut ini (Ja'far, 2009):
1.
Akal;
sebagai alat untuk memahami sesuatu, terutama dengan akal itu kamu dapat
membedakan antara yang baik dan yang jelek, antara yang lurus dan yang sesat,
antara yang benar dan yang salah.
2.
Pendengaran;
sebagai alat untuk mendengarkan suara, terutama dengan pendengaran itu kamu
dapat memahami percakapan diantara kamu.
3.
Penglihatan;
sebagai alat untuk melihat segala sesuatu, terutama dengan penglihatan itu kamu
dapat saling mengenal diantara kamu.
4.
Perangkat
hidup yang lain; sehingga kamu dapat mengetahui jalan untuk mencari rizki dan
materi lainnya yang kamu butuhkan, bahkan kamu dapat pula memilih mana yang
terbaik bagi kamu dan meninggalkan mana yang jelek.
Semua yang
dianugerahkan oleh Allah kepadamu tiada maksud lain kecuali supaya kamu
bersyukur, artinya kamu gunakan semua anugerah Allah tersebut diatas
semata-mata untuk mencapai tujuan hidup yang sebenarnya yaitu (Ja'far, 2009):
1.
يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ : mengeksploitasi
sebanyak-banyak karunia Allah yang tersebar di seluruh belahan bumi-Nya demi
kemaslaahatan hidup umat manusia.
2.
وَرِضْوَانًا : dan meraih
keridlaan-Nya, karena dengan keridlaan-Nya itulah hidupmu menjadi semakin
bermartabat.
Ayat ini juga membuktikan suatu
kuasa Allah dalam hal menghidupkan dan mematikan makhluk. Tidak ada sesuatu
yang sulit bagi Allah untuk melakukan hal semacam itu. Pendahuluan urutan kata
pendengaran atas penglihatan sungguh tepat karena berdasarkan ilmu
kedokteran modern, indra pendengaran memang berfungsi lebih dulu daripada indra
penglihatan. Adapun fungsi hati (dalam hal ini akal dan mata hati) yang
membedakan baik dan buruk berfungsi jauh sesudah kedua indra tersebut.
2.2 Reseptor
Reseptor atau alat penerima rangsang merupakan suatu
struktur yang yang mampu mendeteksi rangsangan tertentu yang berasal dari luar
atau dari dalam tubuh. Pada hewan vertebrata, organ indranya merupakan reseptor
atau penerima rangsangan. Pada organ indra ini terdapat ujung-ujung saraf
sensori yang peka terhadap rangsangan tertentu. Rangsangan yang diterima diteruskan
melalui serabut saraf sebagai inpuls.
Setiap bentuk energi stimulus akan mengaktifkan reseptor
tertentu bila cukup kuat, fakta ini membawa kita kepada suatu generalisasi yang sangat penting dalam fisiologi sensori: “Modalitas sensori atau kualitas sensori yang dihubumgkan
dengan suatu stimulus tergantung pada semata-mata pada reseptor mana yang
distimulus”. Misalnya setiap stimulus yang merangsang
fotoresepor dirasa sebagai cahaya, apakah stimulus benar-benar cahaya, pukulan
pada mata, atau stimulus listrik pada syaraf penglihatan.
Stimulus seperti cahaya, suara dan sentuhan, mengena pada reseptor
perifer dan bukan pada otak. Otak menerima informasi yang dikodekan yang
distimuli, bukan stimuli sendiri. Pada umumnya informasi sensori dikodekan sebagai rentetan potensial aksi (implus syaraf). Semua potensial
aksi wujudnya sangat mirip, sehingga otak tidak dapat membedakan bentuk
potensial aksi apakah ditimbulkan oleh cahaya, suara, atau sentuhan. Populasi
reseptor yang berbeda mengkode jenis-jenis stimuli yang berbeda ke dalam
potensial aksi, dan sistem syaraf pusat harus membawa sandi
potensial aksi ke dalam informasi tentang kualitas stimulus. Sistem syaraf pusat melakukan pembacaan sandi dengan prinsip “labeled
lines” setiap potensial aksi dari suatu akson tertentu di interpretasikan sebagai suatu kualitas stimulus khusus. Jadi, setiap aktivitas dalam proyeksi akson pusat dari fotoreseptor diinterpretasikan
dalam bentuk cahaya, dan setiap aktivitas dalam proyeksi aksonal pusat
pendengaran diinterpretasikan dalam bentuk bunyi.
Karena setiap
aktivitas yang berasal dari suatu reseptor di interpretasikan sebagai modalitas
stimulus khusus, reseptor harus memiliki suatu kekhususan (spesivicitas)
yang tinggi, sehingga secara normal reseptor dibangkitkan (diaktifkan) hanya
saat bentuk terbaik energi stimulus. Istilah bentuk terbaik energi stimulus adalah “stimulus yang tepat” (adequate stimulus) dari suatu
reseptor. Stimulus yang tepat dapat didefinisikan dari suatu reseptor sebagai
bentuk energi stimulus yang secara normal dapat
membangkitkan reseptor, atau bentuk energi stimulus yang direspon oleh reseptor.
Kehususan reseptor untuk satu modalitas stimulus data dicapai dalam dua
cara. Pertama, reseptor sendiri biasanya sangat spesifik, merespon kepada tidak
lebih dari suatu bentuk energi stimulus . kedua, organ-organ indra berperan sebagai filter, yang melemahkan atau memfilter
bentuk-bentuk energi stimulus selain dari
energy stimulus yang di khususkan untuk reseptor yang bersangkutan. Filtering
peripheral ini adalah suatu fungsi penting dari komponen neural dari suatu
organ indra. Misalnya cairan kental yang berada di dalam bola mata vertebrata
secara efektif melemehkan stimulus mekanik ketingkat sub ambang, sehingga yang sampai ke fotoreseptor hanyalah timulus tepat saja.
Suatu organ sensori melakukan serangkaian operasi, mulai dari input energi stimulus dan berakhir dengan “output” sensori (biasanya rangkaian potensial aksi pada akson
sensori khusus). Operasi pertama adalah pemfilteran perriferal.
Mekanisme pemfilteran perriferal biasanya non neural, seperti bulu mata dan
iris mata. Komponen tidak hanya memfilter bentuk energi stimulus selain stimulus khususnya, tetapi juga dapat membatasi jumlah
energi stimulus khusus yang mencapai reseptor. Pembatasan ini dibawah
system syaraf pusat.
Pada umumnya, reseptor
bekerja secara khusus. Artinya reseptor tertentu hanya akan menerima rangsangan jenis tertentu. Jadi,
dalam satu individu hewan, dapat ditemukan berbagai macam reseptor. Reseptor
dapat dikelompokkan dengan berbagai
cara, yaitu berdasarkan struktur, lokasi sumber rangsang, dan jenis/sifat
rangsang yang dapat diterima oleh reseptor tersebut.
Berdasarkan strukturnya, reseptor dapat dibagi menjadi
dua yaitu:
1. Reseptor Saraf
Merupakan
reseptor saraf yang paling sederhana, yang hanya berupa ujung dendrite dari
suatu sel saraf (tidak memiliki selubung mielin), dapat ditemukan pada reseptor
nyeri atau nosiseptor.
2. Reseptor Bukan Saraf
Merupakan
struktur saraf yang lebih rumit dapat ditemukan dalam organ pendengaran
vertebrata (berupa sel rambut) dan pada organ penglihatan (berupa sel batang
dan kerucut). Reseptor ini merupakan reseptor khusus dan bukan reseptor saraf.
Berdasarkan lokasi sumber rangsang
yang dapat diterimanya, dapat dibagi menjadi tiga
kelompok utama, yang didasarkan pada letak anatominya:
1. Reseptor-reseptor di kulit, yang karena letaknya itu menerima stimulasi
langsung dari lingkungan, disebut eksteroseptor. Eksteroseptor berkisar
dari ujung-ujung saraf telanjang yang relatif tak terdiferensiasi, yang
mentransmisikan rasa sakit, hingga reseptor-reseptor rumit khusus di mata,
telinga, hidung, dan lidah (Fried, 2006). Reseptor sensori, yang disebut
eksoreseptor, mendeteksi stimulus dari luar tubuh, seperti panas, cahaya,
tekanan, dan bahan kimia.
2. Proprioseptor, kelompok reseptor
yang kedua, terletak di otot, tendon, dan daerah-daerah sendi di sekitarnya.
Reseptor-reseptor tersebut, bila distimulasi, membangkitkan impuls-impuls yang
mengakibatkan kembalinya struktur-struktur yang terentang ke keadaan awalnya.
Proprioreseptor memainkan peran signifikan dalam mempertahankan postur dan juga
membuat posisi tubuh dan bagian-bagiannya dalam ruang (Fried, 2006).
3. Interoseptor, tipe reseptor yang
ketiga, pada dasarnya adalah ujung-ujung saraf bebas yang berujung di permukaan
pembuluh-pembuluh darah dan berbagai organ internal. Banyak di antara
refleks-refleks itu yang mengontrol respon-respon homeostatik paru-paru, hati,
dan lain-lain, berasal dari interoseptor (Fried, 2006). Reseptor sensori
lainnya yang disebut interoseptor mendeteksi stimulus di dalam tubuh, seperti
tekanan darah dan posisi tubuh. Semua stimulus mempresentasikan bentuk-bentuk
energi, dan fungsi umum sel-sel reseptor adalah mengubah energi stimulus
menjadi perubahan dalam potensial membran dan kemudian menghantarkan sinyal ke
sistem saraf (Campbell, 2004).
Berdasarkan jenis rangsang yang dapat diterimanya,
dapat dibagi menjadi enam yakni:
1. Kemoreseptor, merupakan reseptor yang menerima rangsangan yang berupa bahan
kimia. Contoh: bau.
2. Mekanoreseptor, merupakan reseptor yang menerima rangsangan yang berupa
deformasi mekanik. Contoh: sentuhan dan suara.
3. Termoreseptor, merupakan reseptor yang menerima rangsangan yang berupa suhu
(baik itu suhu panas maupun suhu dingin). Contoh: ketika terkena api dan
memegang es.
4. Fotoreseptor, merupakan reseptor yang menerima rangsangan yang berupa
cahaya. Contoh: cahaya matahari.
5. Elektroreseptor, merupakan reseptor yang menerima rangsangan yang berupa
listrik. Misalnya dimiliki oleh hewan aqutik, yaitu belut listrik. Digunakan
sebagai alat untuk mempertahankan diri.
6. Magnetoreseptor, merupakan reseptor yang menerima rangsangan yang berupa
medan magnet. Contoh: medan magnet bumi (navigasi arah utara dan selatan),
misalnya dimiliki oleh lebah madu yang digunakan untuk menemukan makanan.
2.3 Sel Reseptor Ujung Saraf Bebas
Ujung saraf bebas merupakan jenis yang paling sederhana
dan paling umum dari reseptor, didistribusikan sepanjang hampir semua bagian
tubuh beberapa menanggapi rasa sakit, beberapa suhu, beberapa untuk
gatal-gatal, dan beberapa gerakan folikel rambut reseptor mekanoreseptor yang
membungkus di sekitar folikel rambut, mendeteksi sentuhan ringan.
Gambar 2.1 Ujung saraf
Bebas
Ujung saraf bebas terdapat dalam epidermis, dermis,
kornea, pulp gigi, membran mukosa oral, rongga hidung, pernafasan, saluran pencernaan,
saluran kemih, otot, tendon, ligamen, kapsul sendi, dan tulang. Mereka
dirangsang oleh sentuhan, tekanan, rangsangan termal, atau rasa sakit.
Gambar 2.2 Ujung saraf
bebas di kulit. Ujung saraf bebas mengakhiri di epidermis kehilangan selubung
mielin mereka. Banyak ujung saraf bebas memiliki unmyelinated Akson
a.
Reseptor Nyeri (nosiseptor)
Tubuh tidak mempunyai organ-organ
atau sel-sel khusus yang berperan dalam rangsangan nyeri. Rangsangan nyeri
diterima oleh ujung-ujung saraf bebas yaitu disebut sebagai nociseptor.
Reseptor saraf tersebut tersebar dalam lapisan kulit dan jaringan tertentu yang
lebih dalam. Ujung saraf bebas sebagai penerima rangsang nyeri dapat terstimuli
oleh tiga stimulus yaitu :
1.
Mekanik : diterima oleh reseptor nyeri
mekanosensitif. Rasa nyeri terjadi akibat ujung saraf mengalami kerusakan
akibat terjadi trauma misalnya karena benturan atau gesekan.
2.
Thermos : diterima oleh reseptor nyeri
thermosensitif. Nyeri yang terjadi karena reseptor ujung saraf mendapat rangsangan panas atau dingin yang
berlebihan.
3.
Kimia : diterima oleh reseptor nyeri
khemosensitif sebagai akibat perangsangan zat-zat kimia yaitu bradikinin,
serotonin, ion kalium, prostaglandin, asetilkolin, dan enzim proteolitik.
b. Mekanisme
Nyeri
Antara stimuli nyeri sampai
dirasakannya sebagai persepsi nyeri terdapat suatu rangkaian proses
elektrofisiologik yang secara kolektif disebut sebagai nosisepsi (Nociception).
Reseptor nyeri (Nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak. Stimuli
tersebut sifatnya mekanik, termal, kimia. Serabut saraf ini bercabang sangat
dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah
local, sel-sel mast, folikel rambut, dan kelenjar keringat. Stimulasi serabut
ini mengakibatkn pelepasan histamine dari sel-sel mast dan mengakibatkan
vasodilatasi. Sebagai akibat hubungan antara serabut saraf ini, nyeri sering
disertai dengan efek vasomotor, otonom dan visceral.
Ada empat proses terjadi pada suatu
nosisepsi yaitu :
a.
Proses Tranduksi
Merupakan proses dimana suatu
stimuli nyeri (noxius stimuli) dirubah menjadi suatu aktifitas listrik
yang akan diterima ujung-ujung saraf (nerve ending). Stimuli dapat
berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri).
b.
Proses transmisi (Transsmission)
Dimaksudkan sebagai penyaluran
inpuls saraf sensorik menyusul proses tranduksi. Inpuls ini akan disalurkan
oleh serabut saraf A Delta dan serabut (sebagai neuron pertama, dari
perifer ke medulla spinalis di mana inpuls tersebut mengalami modulasi sebelum
diteruskan ke hepothalamus oleh traktus spinotalamikus sebagai neuron kedua.
Dari hepothalamus selanjutnya impuls disalurkan kedaerah somatosensoris di korteks
cerebri melalui neuron ketiga dimana impuls tersebut diterjemahkan dan
dirasakan sebagai persepsi nyeri.
c.
Proses Modulasi (Modulation)
Proses dimana terjadi interaksi
antara system analgesic endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input
nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis. Jadi merupakan proses
acendens yang dikontrol oleh otak. Sistem analgesic endogen ini meliputi
enkeflin, endorphin, serotonin dan noradrenalin memiliki efek yang dapat
menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini
dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup dan terbuka untuk
menyalurkan impuls nyeri. Peristiwa tertutup atau terbuka pintu nyeri tersebut
diperankan oleh sistem analgesic endogen tersebut. Proses modulasi inilah yang
menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subjektif pada setiap orang.
d.
Persepsi (Perception)
Merupakan hasil akhir dari proses
interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses tranduksi, transmisi,
dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subjektif
yang dikenal sebagai persepsi nyeri.
Gambar 2.3 Mekanisme Reseptor Nyeri
2.4 Mekanoreseptor
Mekanoreseptor dirangsang oleh
perubahan bentuk fisik yang disebabkan oleh stimulus seperti tekanan, sentuhan,
regangan, pergerakan, dan suara, serta semua bentuk energi mekanis. Pembelokan
atau peregangan membran plasma sebuah sel mekanoreseptor meningkatkan
permeabilitas terhadap ion natrium maupun ion kalium, yang menyebabkan
depolarisasi (potensial reseptor) (Campbell, 2004).
Indera atau sensasi sentuhan pada
manusia mengandalkan mekanoreseptor yang sesungguhnya merupakan dendrit neuron
sensoris yang dimodifikasi seperti gambar 2.4. Reseptor yang mendeteksi
sentuhan lembut terletak di dekat permukaan kulit, reseptor-reseptor tersebut
mentransduksikan sedikit input energi mekanis menjadi potensial reseptor.
Reseptor yang merespons terhadap tekanan dan vibrasi yang kuat dalam tubuh
berada dalam lapisan kulit yang paling dalam. Reseptor sentuhan lainnya
mendeteksi pergerakan rambut.
Gambar 2.4
Reseptor sensoris pada kulit manusia
Satu contoh interoreseptor yang distimulasi
oleh distorsi mekanis adalah gelondong otot (muscle spindle), atau reseptor regangan
seperti pada gambar 2.5. Mekanoreseptor ini memonitor panjang otot rangka.
Gelondong otot mengandung serabut otot yang termodifikasi yang bertautan dengan
neuron sensoris dan tersusun sejajar dengan otot. Ketika otot itu diregangkan,
serabut gelondong otot juga akan terenggang, yang mendepolarisasikan neuron
sensoris dan memicu potensial aksi yang dihantarkan kembali ke sumsum tulang
belakang.
Gambar 2.5 Refleks sentakan lutut dan muscle spindle
1. Sel-Sel Rambut
Sel rambut (hair cell) adalah
satu jenis mekanoreseptor yang umum mendeteksi pergerakan. Sel-sel rambut
ditemukan dalam telinga vertebrata dan pada organ gurat sisik ikan dan amfibia,
dimana sel-sel ini mendeteksi pergerakan relatif terhadap lingkungan. Rambut
adalah silia atau mikrovili yang mengalami spesialisasi. Rambut mencuat keatas
dari peemukaan sel-sel rambut ke dalam kompartemen internal, seperti telinga
bagian dalam manusia, atau ke lingkungan eksternal, seperti kolam. Ketika silia
dan mikrovili membengkok ke satu arah, membran sel rambut meregang dan meningkatkan permeabilitasnya terhadap
ion natrium dan kalium, sehingga terjadi peningkatan laju produksi inpuls dalam
neuron sensoris. Ketikia silia membengkok pada arah yang berlawanan,
permeabilitas ion berkurang, yang menurunkan jumlah potensial aksi pada neuron
sensoris. Spesifitas ini memungkinkan sel-sel rambut merespons terhadap arah
pergerakan, juga kekuatan dan kecepatan pergerakan tersebut.
Gambar 2.6 Sel-sel rambut pada gurat sisik ikan
Organ yang paling sederhana yang berkembang
untuk mengenali posisi, yang sensitif terhadap gravitasi dan percepatan adalah statosist
invertebrate. Organ ini pada sejumlah kelompok hewan, mulai dari ubur-ubur
sampai vertebrata. Insekta tidak memiliki, nampaknya hewan ini tergantung pada
alat indra lain, seperti penglihatan, dan mungkin proprioseprol sendi
untuk orientasi informasi.
Organ ini terdiri dari suatu rongga. Yang
berdinding sel-sel mekanoreseptor yang umumnya bercilia dan bersentuhan
dengan “ statolit” (butir-butir pasir, butir-butir kalsium dll).
Statolith diambil dari luar maupun disekresikan oleh epithelium statosist. Dalam kasus ini, statolith harus
memiliki kekhususan gravitasi yang lebih tinggi daripada cairan disekitarnya. Bila seekor udang, misalnya miring ke satu sisi,
statolith menstimulus sel-sel reseptor statosith pada sisi tersebut,
menyebabkan suatu transmiter dibebaskan ke serabut sensori dari sel-sel
reseptor yang distimulus. Pengaktifan sensori yang dihasilkan pada udang yang
sedang miring, menghasilkan gerak reflek dan apendik-apendiknya.
2. Organ-Organ Keseimbangan (Equilibrium)
Berada di dalam labirin membranosa yang tumbuh dari ujung-ujung anterior dari sistem garis lateral. Organ tersebut terdiri dari sakulus dan utrikulus.
Utrikulus memiliki tiga saluran setengah lingkaran dari telinga dalam, yang
terletak pada tiga bidang yang saling tegak lurus satu dengan yang lain. Pada
pangkal ketiga saluran tengah lingkaran terdapat alat keseimbangan
yang disebut krista. Fungsinya adalah mendeteksi perubahan-perubahan kecepatan
rotasi atau translasi kepala. Bila kepala digerakkan dalam satu bidang tersebut,
inersia cairan endolimfa dalam saluran setengah lingkaran akan menggerakkan kuoula, suatu proyeksi bergelatin. Gerak kuoula menstimulus sel-sel rambut
pada dasar cupula. Sel-sel rambut semua diorientasikan dengan kinosilium pada
sisi yang sama. Jadi, semua sel-sel rambut pada cupula semua dibangkitkan oleh
aliran caoran pada suatu arah keseimbangan dan hambatan oleh aliran pada arah yang lain. Ketiga saluran setengah lingkaran dengan mengagumkan cocok untuk
mensdeteksi gerakan kepala pada tiga dimensi.
Dibawah saluran setengah lingkaran,
terdapat ruang yang besar dari tulang yang mengandung 3 kelompok sel-sel rambut yang lebih merapat, disebut makula. Melekat diatas makula-makula ini adalah kelompok mineral yang disebut atolith.
Fungsi otolith sangat mirip dengan statolit invertebrata, namun ololith tidak berperan dalam mengenali percepatan yang
ditimbulkan oleh inersia endolimfa dalam saluran setengah lingkaran. Otolith membetitahukan posisi relatif terhadap arah gravitasi, dan pada vertebrata tingkat lebih rendah juga digunakan untuk mengenali getaran seperti
gelonmbang suara. Sinyal sensori dari saluran setengah lingkaran
diintergrasikan dengan input sensori dari sereblum untuk mengontrol postur tubuh dan refleks-refleks pada motor yang lain.
Gambar
2.7 Organ Keseimbangan
3. Organ-Organ Telinga Mamalia
Sel-sel rambut telinga mamalia terletak dalam organ kortil dalam kokhlea. Sel tersebut
mirip sel-sel rambut dari sistem garis lateral vertebrata yang lebih.
Tetapi pada hewan dewasa kinosiliumnya hilang, tinggal stereosilia saja.
Struktur telinga membantu transformasi gelombang suara ke gerakan organ kortil, yang akan menstimulus sel-sel
rambut, yang selanjutnya akan mengaktifkan akson sensori saraf pendengaran.
Diantara vertebrata hanya mamalia yang mempunyai
kokhlea sebenarnya, namun burung dan buaya memiliki saluran kokhlea agak lurus
yang mengandung beberapa bagian yang sama dengan kokhlea manusia, termasuk
membrane basiler dan organ kortil. Saluran kokhlea dibagi menjadi 3 saluran
yaitu skala timpani, skala vastibuli dan skala media. Antara skala
timpani dan skala vestibuli di hubungkan oleh helikotrema,
suatu lubang yang terletak pada ujung kokhlea. Kedua skala ini terisi dengan
cairan perlimfa. Skala media yang dibatasi oleh membrane basiler dan membrane
reisner, berisi cairan endolimfa. Organ kortil yang memiliki sel-sel rambut
tertanam pada membrane basiler dan ujung rambutnya muncul kedalam skala media.
2.8 Saluran kokhlea
a.
Mekanisme Mekanoreseptor
Proses peneriman rangsang
mekanik oleh mekanoreseptor dinamakan mekanoresepsi, mekanisme sederhana yang
diusulkan untuk menjelaskan mekanoresepsi adalah sebagai berikut. Saat sel
dalam keadaan istirahat, pintu ion Na+ pada membrane
mekanoreseptor masih dalam keadaan tertutup. Rangsang mekanik yang menekan
reseptor menyebabkan membrane mekanoreseptor meregang. Peregangan membrane
mekanopreseptor tersebut menimbulkan perubahan konformasi protein penyusun
pintu ion Na+. Pintu ion Na+ terbuka diikuti
terjadinya perubahan elektrokimia yang mendepolarisasikan mekanoreseptor.
Gambar 2.9 Mekanisme kerja mekanoreseptor pada organ
pendengaran
Mekanoresepsi dapat terjadi
pada vertebrata maupun invertebrata, invertebrata memiliki reseptor untuk
menerima rangsang tekanan, suara, dan gerakan. Bahkan insekta juga mempunyai
mekanoreseptor pada permukaan tubuhnya, yang dapat memberikan informasi
mengenai arah angin, orientasi tubuh saat berada dalam ruangan, serta kecepatan
gerakan dan suara. Variasai reseptor akan akan tampak semakin jelas apabila
kita mengalami mekanoreseptor pada vertebrata. Pada vertebrata, mekanoreseptor
bukan hanya dapat menerima rangsang tekanan atau sentuhan, melainkan ada yang
mampu memantau panjang otot, bahkan berfungsi sebagai alat pendengaran dan
organ keseimbangan.
Pada bunyi yang diberikan sebagai
stimulus, serangga hanya memberikan respon berupa gerakan kaki. Hanya saja pada
bunyi sendok dalam jarak dekat serangga akan menjauhi sumber bunyi. Hal ini
dikarenakan penerimaan gelombang bunyi dalam jumlah besar yang dapat memberikan
respon pada gerakan serangga.
Sensitifitas terhadap tekanan dan sentuhan adalah mekanoreseptor. Diantara mekanoreseptor yang paling sederhana adalah ujung-ujung saraf yang ditemukan pada jaringan ikat dikulit. Struktur sensori ini berfungsi sebagai filter terhadap energi mekanik melalui berbagai cara. Pada antropoda ujung-ujung sensori sensitif secara mekanik dihubungkan dengan serabut otot khusus dan sesilia seperti rambut yang merentang pada eksoskeleton antropoda. Itulah sebabnya kenapa belalang saat diberi sentuhan dengan jarak jauh langsung memberikan respon dengan menjauh dari sumber stimulus.
Sensitifitas terhadap tekanan dan sentuhan adalah mekanoreseptor. Diantara mekanoreseptor yang paling sederhana adalah ujung-ujung saraf yang ditemukan pada jaringan ikat dikulit. Struktur sensori ini berfungsi sebagai filter terhadap energi mekanik melalui berbagai cara. Pada antropoda ujung-ujung sensori sensitif secara mekanik dihubungkan dengan serabut otot khusus dan sesilia seperti rambut yang merentang pada eksoskeleton antropoda. Itulah sebabnya kenapa belalang saat diberi sentuhan dengan jarak jauh langsung memberikan respon dengan menjauh dari sumber stimulus.
Gambar 2.10 Pergerakan
pada kaki belalang karena adanya stimulus
Terdapat dua jenis struktur efektor, yaitu efektor saraf
(susunannya ada yang sederhana dan ada pula yang susunannya rumit) dan efektor
bukan saraf. Begitupun lokasi rangsang dari efektor, yaitu interoreseptor dan
eksteroreseptor. Reseptor yang berupa saraf sensorik dapat mengubah bentuk
energi menjadi bentuk energi lain (transduser) misalnya jika efektor menerima
energi maka energi tersebut akan mengalami perubahan elektro kimia menjadi
energi listrik dan menimbulkan potensial aksi. Ketika yang diterima rangsangan
kecil, potensial aksi hanya cukup berubah menjadi potensial reseptor tetapi
jika yang diterima merupakan rangsangan besar maka potensial aksi akan berubah
menjadi potensial reseptor besar kemudian pindah ke membran sebelahnya lalu
menuju ke sel saraf eferen. Selain pindah ke membran sel saraf sebelahnya,
potensial reseptor yang besar ini pula pindah ke membran sel yang lainnya.
Potensial reseptor yang besar ini dapat menimbulkan potensial generator.
Adanya rangsangan dan tanggapan yang memilki hubungan
yang rumit dan erat tetapi menimbulkan kekuatan tanggapan yang berbeda dengan
kekuatan rangsangan yang diterima menciptakan terjadinya perbedaan kemampuan
reseptor beradaptasi terhadap rangsang.
2.5
Termoreseptor
Termoreseptor merupakan reseptor
yang merespons terhadap panas dan dingin, membantu mengatur suhu tubuh dengan
cara mendeteksi suhu permukaan dan bagian dalam tubuh. Masih terdapat
perdebatan mengenai identitas termoreseptor pada kulit manusia. Kemungkinannya
adalah dua reseptor yang terdiri atas satu dendrit yang bercabang dan berkapsul
seperti gambar 2.1. Akan tetapi banyak peneliti meyakini bahwa struktur ini
sesungguhnya adalah reseptor tekanan yang telah dimodifikasi dan dipercayai
bahwa dendrit telanjang dari neuron sensoris tertentu adalah termoreseptor yang
sesungguhnya pada kulit. Ada suatu kesepakatan bahwa reseptor dingin dan panas
pada kulit, dan interotermoreseptor pada hipotalamus anterior otak, mengirimkan
informasi ke termostat tubuh, yang berada di hipotalamus posterior (Campbell,
2004).
Pada manusia, reseptor-reseptor
utama dipercaya merupakan ujung-ujung saraf bebas, yaitu korpuskula Ruffini
(panas) dan gembungan ujung (end bulb) Krause (dingin). Termoreseptor tak hanya
mengukur temperatur absolut, namun juga perubahan temperatur. Dengan demikian,
perubahan dari panas menjadi hangat dapat dipersepsi sebagai pendinginan
(Fried, 2006).
Suhu reseptor
1. Reseptor dingin
menanggapi penurunan suhu sampai suhu
12° C (54° F)
2. Reseptor panas menanggapi
suhu meningkat sampai suhu 47° C (117°
F)
Pada
dasarnya, termoresepsi adalah proses mengenali suhu tinggi dan rendah serta
perubahan suhu lingkungan. Proses ini sangat penting bagi hewan, mengingat
perubahan suhu dapat berpengaruh suhu terhadap tubuh individu, peningkatan suhu
secara ekstrem akan mempengaruhi struktur protein dan enzim sehingga tidak
dapat berfungsi secara maksimal. Hal ini dapat mengganggu penyelenggaraan
berbagai reaksi metabolic yang penting.
Pada pemberian stimulus udara panas
dan dingin, pada jarak jauh dan dekat serangga tidak berpindah tempat namun
antena pada belalang bergerak-gerak. Pada udara panas dalam jarak dekat
belalang sedikit bergerah menjauhi sumber stimulus hal ini dikarenakan oleh
suhu yang panas yang ditimbulkan oleh air panas dapat merespon serangga hingga
bergerak menjauh. Menurut Isnaeni mengatakan bahwa termoresepsi adalah proses
mengenali suhu tinggi dan rendah serta perubahan suhu lingkungan. Proses ini
sangat penting bagi hewan, mengingat perubahan suhu dapat berpengaruh buruk
terhadap tubuh individu. Peningkatan suhu secara ekstrim akan mempengaruhi
struktur protein dan enzim sehingga tidak dapat berfungsi sacara maksimum.
Pada insekta termoreseptor terdapat
pada antenna dan kaki yang berguna memantau suhu udara ataupun suhu tanah.
Belalang memiliki sepasang potongan kecil sensori pada antena, toraks dan
abdomen yang sensitive terhadap panas. Bila potongan kecil itu dihilangkan maka
belalang tidak lagi merespon terhadap sumber panas (Soewolo, 1997).
Cengkerik dan kelabang (lithobius)
memiliki termoreseptor yang terletak ada antena dan tarsusnya. Diketahui kepinding, lebah madu, juga memiliki reseptor antena, demikian kumbang
memiliki termoreseptor antenna dan maksilari. Sejenis belalang Lucusta
migratoria memiliki sepasang potongan kecil sansori pada antenna, thoraks
dan abdomen yang sensitif terhadap panas. Bila potongan kecil itu dihilangkan,
belalang tidak lagi merespon sumber panas. Ikan memiliki
termoreseptor pada kulitnya. Garis lateral dan otaknya sangat sensitif terhadap
perubahan suhu. Indra suhu telah berkembang dengan baik pada ular berbisa yang
memiliki celah pada mukanya yang sensitif terhadap suhu, dan pada beberapa ular
boa celah tersebut terletak pada bibirnya. Membran pada dasar celah mengandung
banayak ujung syaraf telanjang tersebar lebih dari 1500 µn², dan terdapat ruang
udara dibelakang membrane untuk mengurangi kehilangan panas. Organ tersebut dikhususkan untuk mendeteksi
pancaran panas dan merespon sinar infra merah panjang (0,5-15 µ), dan bukan
untuk infra merah pendek atau cahaya yang nampak.
Gambar
2.11 Termoreseptor pada Ular
Termoresptor
akan mengalami suatu proses mengenai suhu tinggi dan rendah serta perubahan
suhu lingkungan sehingga akan mengakibatkan suhu menjadi naik, struktur protein
dan enzim akan terganggu dan tidak akan berefungsi sehingga reaksi metaboliknya
terganggu. Contoh pada insekta tedapat pada antena dan kaki pada mammalia
dikulit dan hipotalamus.
a. Mekanisme Termoreseptor
Mekanisme thermoreseptor sangat berkaitan erat dengan
thermoregulasi. Karena suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat.
Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan
regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan
balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus.
Proses penerjemahan stimulus suhu dan tanggapannya secara
fisiologi. Stimulus suhu dideteksi oleh ujung syaraf perasa panas (Ruffini)
atau dingin (Krause). Sinyal suhu dibawa oleh reseptor diteruskan menuju otak
melalui jaras spinotalamikus. Ketika sinyal suhu sampai di tingkat medulla
spinalis, sinyal akan menjalar dalam traktus Lissauer beberapa segmen di atas
atau di bawah, dan selanjutnya akan berakhir terutama pada lamina I, II dan III
radiks dorsalis. Setelah mengalami percabangan melalui satu atau lebih neuron
dalam medulla spinalis, sinyal suhu selanjutnya akan dijalarkan ke serabut
termal asenden yang menyilang ke traktussensorik anterolateral sisi berlawanan,
dan akan berakhir di tingkat reticular batang otak dan komplek ventrobasal
thalamus. Beberapa sinyal suhu pada kompleks ventrobasal akan diteruskan ke
korteks somatosensorik. Korteks somatosentrik terdapat di Lobus Parietal. Di
dalam Lobus Parietal ini, sinyal suhu hanya diterjemahkan, apakah ini suhunya
dingin atau panas. Sedangkan pusat pengaturan suhu tubuh ada pada hypothalamus,
apabila diterjemahkan di otak, suhu sekitar terasa dingin, maka
hypothalamus posterior akan menginisiasi untuk menaikkan suhu tubuh dengan cara
memproduksi panas. Apabila suhu tubuh rendah, termoreseptor akan menaikkan suhu
pada kulit, di hipotalamus akan berfungsi sebagai termostat mengatur suhu darah
yang melaluinya, mekanisme koreksi akan diarahkan atau dirangsang oleh
hipotalamus dengan menggunakan koordinasi badan.
Gambar 2.12 Mekanisme
Termoreseptor ketika mendapat rangsangan panas
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, maka
kesimpulan pada makalah ini adalah:
1. Surat An Nahl ayat 78 menjelaskan bahwa Allah mengkaruniakan kepada kalian akal untuk memahami dan
membedakan antara yang baik dan yang buruk. Allah membuka mata kalian untuk
melihat apa yang tidak kalian lihat sebelumnya, dan memberi kalian telinga
untuk mendengar suara-suara sehingga sebagian dari kalian memahami perbincangan
kalian, serta memberi kalian mata untuk melihat berbagai sosok. Yang merupakan
alat indra atau reseptor pada manusia dalam menerima rangsangan dari luar.
2. Ujung saraf bebas merupakan jenis yang paling sederhana dan paling umum
dari reseptor ditemukan pada reseptor
nyeri atau nosiseptor. Mekanismenya melalui empat proses yakni transduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi.
3. Mekanisme fungsi antar berbagai reseptor diantaranya
adalah mekanoreseptor yakni reseptor yang menerima
rangsangan yang berupa deformasi mekanik. Contoh: sentuhan dan suara, dan
termoreseptor yakni reseptor yang menerima rangsangan yang berupa suhu (baik
itu suhu panas maupun suhu dingin). Contoh: ketika terkena api dan memegang es
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ja’far
Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. 2009. Tafsir Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam
Campbell, Reece
dan Mitchell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid lll. Jakarta: Erlangga
Fried dan
Hademenos. 2006. Schaum's Outlines (Biologi Edisi kedua). Jakarta.
Erlangga
Isnaeni,wiwi. 2006.
Fisiologi Hewan. Yogyakarta: UGM
Kimball.W.J. 1991.
Biologi Umum 2. Jakarta: Erlangga
Soewolo.1997. Pengantar
Fisiologi Hewan. Jakarta: IBRD Loan No 3979
Randall,
Burggren, and French.1997. Eckert Animal Physiology Fourth Edition. New
York: W.H. Freeman and Company